Fakta bahwa gletser di bumi mencair kian cepat hingga air laut naik tak terkendali membuat orang-orang harus mempersiapkan migrasi terbesar umat manusia sepanjang sejarah. Pertanyaan terbesarnya adalah: ke mana mereka akan pergi?
Pertanyaan ini menyulut niat fotografer Kadir van Lohuizen untuk membedah kompleksitas masalah kenaikan air laut yang tak terkendali dan dampaknya pada hak asasi manusia di banyak negara.
Karena itulah, anggota dewan pengawas World Press Photo tersebut selama beberapa tahun terakhir berlayar ke Kiribati, Fiji, Atol Carteret di Papua Nugini, Bangladesh, pantai Guna Yala di Panama, Inggris, dan Amerika Serikat. Daerah-daerah tersebut merupakan beberapa dari banyak daerah di dunia yang penduduknya telah mengalami imbas mencairnya es di kutub utara.
Di tiap daerah, fotografer asal Amsterdam tersebut kemudian memotret dan mewawancarai keluarga yang masih tinggal di daerah yang terkena dampak dan keluarga lainnya yang telah pindah ke tempat yang lebih aman. Pengumpulan data di tiap lokasi mengantarkannya pada fakta bahwa bahkan sebelum tanah menjadi banjir permanen, air laut sudah mengganggu keseharian penduduk.
Di Papua Nugini, contohnya. Bagian timur Pulau Papua ini didiami sekitar 6 juta penduduk yang tersebar di banyak pulau lepas pantainya. Pulau-pulau inilah yang berada di bawah ancaman langsung dari naiknya permukaan laut. Salah satunya adalah Atol Carteret. Situasinya yang rawan tenggelam membuat orang mulai mengevakuasi diri ke Bougainville, pulau yang lebih besar dan berjarak sekitar 60 mil.
Fakta-fakta tersebut kesemuanya ditampilkan Kadir dalam foto, teks, dan video di Erasmus Huis hingga 4 Februari 2016. Di pameran foto bertajuk “Where Will They Go: The human consequences of the rising sea level” itulah dia menohok pengunjung untuk berpikir dan tergerak mencari solusi, sebelum merasakan migrasi itu sendiri.
Ulasan lengkap Manusia-Manusia di Tengah Perubahan Iklim dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Januari 2017