Natisa Jones, "Tough Romance", uk 145x200 cm, media acrylic, charcoal, conte on linen canvas, 2014. (Foto: Jacky Rachmansyah)

 

Natisa Jones mengajak khalayak mengingat kembali sifat alami diri yang sering dilupakan.

 

Satu karya yang paling besar menyambut pengunjung di tembok sebelah kanan. Kanvas yang didominasi warna putih dan kelabu itu membentuk sesosok figur dengan mata sayu. Sebaris kalimat “You ain’t never gonna find utopia” disematkan, seperti menjelaskan tentang dunia yang tak akan pernah sempurna dan sebahagia negeri dongeng.

Ini menimbulkan pertanyaan, apakah sang seniman pesimistis? Atau justru memberi pandangan lain dalam melihat kehidupan. Kegundahan inilah yang coba diusik Natisa Jones, seniman 27 tahun yang berkesempatan memamerkan karya-karyanya di RUCI Artspace, Jakarta.

Seperti pameran-pameran sebelumnya yang dibuat RUCI Artspace, pameran ini juga berlangsung cukup lama terhitung tanggal 9 Desember 2016 sampai 22 Januari 2017.

 

Pameran tunggal Natisa Jone berjudul "Tough Romance" di Ruci Artspace, Jakarta. (Foto: Jacky Rachmansyah)
Pameran tunggal Natisa Jone berjudul “Tough Romance” di Ruci Artspace, Jakarta. (Foto: Jacky Rachmansyah)

Menggagas tema “Tough Romance”, gelaran yang dikurasi Glenda Sutardy ini menghadirkan pemikiran personal Natisa yang berusaha menampilkan sisi murni anak-anak. Sisi yang tersimpan dalam tiap diri manusia namun seringkali hilang seiring bertambahnya usia. Gagasan tersebut disampaikan perupa lulusan Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) ini lewat rupa lukisan, drawing, arsip pribadi, maupun video.

“’Tough Romance’ ini berdiskusi tentang kemurnian sebagai anak kecil dalam konteks dunia dewasa karena aku yang sudah berumur 27 ini mencoba mencari keberadaan diri. Melukis itu tidak hanya melukis bagi diri sendiri tapi (juga) proses ke diriku sendiri,” ungkap Natisa.

Bermula dari kesadaran Natisa bahwa dunia lukis yang sekarang ditekuninya bukanlah semata-mata karena ia berencana untuk menjadi seorang seniman, namun menjadi sebuah kegiatan yang berlangsung natural, atas keinginannya untuk melukis. Hal itu tentunya bukan tanpa dasar, melainkan karena kegemarannya untuk menorehkan cat di atas kanvas sudah berlangsung sejak usia dua tahun.

 

Ulasan lengkap Menjadi Tangguh dan Murni dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Januari 2017.