Sebagai bagian program Pameran Keliling yang secara khusus menampilkan dan memperkenalkan karya-karya koleksi Galeri Nasional Indonesia pada masyarakat luas, Galeri Nasional Indonesia mengadakan pameran bertajuk “Bumi Tadulako: Mareso, Maroso Rupa” di Taman Budaya Sulawesi Tengah, 18-21 November 2015.
Tadulako sendiri, dijelaskan Hapri Ika Poigi, selaku asisten kurator, dalam tulisan kuratorialnya, berasal dari kata ‘tadu’ berarti tumit dan ‘lako’ yang berarti melangkah, bermakna sebagai tanah tempat berpijak. Semangat yang kental dengan refleksi sejarah di tanah Sulawesi ini diwujudkan lewat penyandingan 15 karya seniman maestro Indonesia yang karyanya dikoleksi Galnas (seperti karya Abas Alibasyah, Hendra Gunawan, Rusli, Srihadi Sudarsono, dan Tisna Sanjaya) dengan 15 seniman terpilih dari Sulawesi Tengah (Seperti karya Endeng Mursalin, Muhammad Ridwan (Iwan Tulang), Rio Simatupang, Taufiqurrahman, dan Udhin F.M.).
Sudjud Dartanto, yang bertugas sebagai kurator pameran, melihat pameran ini sebagai pameran yang menampilkan berbagai representasi simbolik berbagai wacana. “Ibarat sebuah pohon yang dibelah secara horizontal, teks/karya seni rupa seperti lembaran kayu, dimana setiap kepingannya dapat diamati struktur ruasnya. Apabila kita kembalikan kepingan kayu itu secara utuh, maka dapat pula dilihat bahwa struktur ruas kayu ternyata berhubungan secara vertikal (historis),” ujar Sudjud.
Melalui analogi tersebut, Sudjud memaparkan keyakinannya bahwa karya seni rupa bukanlah karya yang ahistoris. Oleh karena itu, Sudjud menambahkan, “Seni rupa di Sulawesi Tengah perlu menempatkan seluruh praktik penciptaan karya seni rupanya ke dalam rel sejarahnya, dari situ akan teramati babak-babak perkembangannya.”
Dari keragaman karya, Pameran “Bumi Tadulako: Mareso, Maroso Rupa” menampilkan 30 karya dalam berbagai media dan teknik berupa lukisan, drawing, grafis (etsa), batik, kriya logam, instalasi, dan video art. Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana, berharap semoga pameran ini menjadi ajang unjuk gigi potensi seniman-seniman di Sulawesi Tengah. “Ini kesempatan yang berharga untuk menunjukan keberadaan dan potensi perupa Sulawesi Tengah dalam bidang seni rupa, sehingga para pemangku kepentingan di bidang seni budaya bisa mendorong dan mewadahi mereka untuk tetap kreatif dan survive menggeluti dunianya,” tukas Andre.
Dalam skala nasional, Pameran Keliling pertama kali digelar di Medan, Sumatera Utara (2006); kemudian Manado, Sulawesi Utara (2007); Balikpapan, Kalimantan Timur (2008); Ambon, Maluku (2009); Palembang, Sumatera Selatan (2010); Lombok, NTB (2011); Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2011); Makassar, Sulawesi Selatan (2012); Pekanbaru, Riau (2013); Pontianak, Kalimantan Barat (2013); Kupang, Nusa Tenggara Timur (2014); Serang, Banten (2014); dan Malang, Jawa Timur (2014). Di 2015 sendiri, sebelum membawa koleksinya ke Sulawesi Tengah, Galnas telah terlebih dahulu menggelar pameran yang sama di Daerah Istimewa Yogyakarta (Galeri R.J. Katamsi ISI Yogyakarta).
Perhelatan ini juga dilengkapi dengan serangkaian acara. Diantaranya Pameran Seni Kriya dan Lukis Tingkat SLTP se–kota Palu 2015, Lomba Seni Lukis Kolektif Tingkat SD se–kota Palu 2015, dan Festival Teater/Sastra Remaja 2015.