Sebelas seniman bebas menginterprestasi dengan gaya seni masing-masing, dengan syarat tak boleh mengandung pornografi dan kata-kata kasar.
Kalijodo yang dulu terkenal sebagai area prostitusi, kini lahir kembali menjadi ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Ruang publik hasil rancangan arsitek Yori Antar ini juga dikenal menjadi skate park. Tetapi, belum lengkap rasanya skate park tanpa graffiti yang menghiasi tembok abu-abu di sekitarnya.
Karena itulah dibentuk tim yang bertugas untuk mengkurasi seni visual yang akan menghiasi dinding-dinding di RPTRA Kalijodo. Tim yang bernama Artsip Jakarta ini terdiri dari individu kreatif dari berbagai latar belakang. Mereka adalah Yori Antar, Hanafi Muhammad, Esti Nurjadin, Mia Maria, Winda Malika Siregar, Renold Liem, Tazran Tanmizi, Sardjono Hadijojo, dan Amir Sidharta.
Mengapa dinamai Artsip Jakarta? “Sebenarnya itu seperti pelesetan dari kata arsip,” ujar Esti, pemilik d’Gallerie yang membantu mengelola seniman grafitti. Kalijodo adalah salah satu area yang memiliki peran dalam sejarah Jakarta. Bermula dari sungai/kali untuk acara kebudayaan, menjadi pusat prostitusi, hingga sekarang menjadi ruang publik yang ramah anak. Ruang publik tersebut kini diisi seni graffiti yang kadang disalahmengertikan sebagai vandalisme.
Seniman yang menorehkan legasinya pada dinding berukuran 23 meter x 8 meter itu adalah Bujangan Urban, Darbotz, Gigin, Older Plus, Smokie, Stereoflow, The Popo, Tutugraf, Tuyuloveme, dan Wormo. Melengkapi 10 seniman pria, Marishka Soekarna, yang terkenal dengan nama “drawmama” di akun Instagram-nya, menjadi satu-satunya seniman perempuan, sekaligus seniman mural yang ikut serta untuk proyek “Immemorial Tags”.
Ulasan lengkap Kalijodo yang Tak Lagi Porno dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Maret 2017.