Proses revitalisasi dan konservasi gedung-gedung tua bersejarah di kawasan Kota Tua Jakarta terus berjalan semenjak diresmikannya konsorsium Kota Tua Jakarta. Aktifnya proses tersebut menjadi salah satu modal Kota Tua Jakarta untuk dinominasikan ke UNESCO
Proses revitalisasi dan konservasi gedung-gedung tua bersejarah di kawasan Kota Tua Jakarta terus berjalan semenjak diresmikannya konsorsium Kota Tua Jakarta. Aktifnya proses tersebut menjadi salah satu modal Kota Tua Jakarta untuk dinominasikan ke UNESCO

Persiapan matang, detail dan disiplin membuka peluang Kota Tua Jakarta menjadi situs warisan budaya dunia.

Memasuki awal tahun, tepatnya pada 21 Januari 2015, upaya Konsorsium Kota Tua Jakarta (Jakarta Endowment for Art and Heritage – JEFORAH) untuk memasukkan kawasan Kota Tua Jakarta sebagai salah satu nominasi situs warisan budaya dunia UNESCO akhirnya disetujui.  

Kota Tua Jakarta akhirnya terpilih untuk mewakili Indonesia masuk dalam tentative list nominasi Unesco World Heritage Site mengalahkan delapan situs lainnya, yakni Tanah Toraja, Muarajambi, Trowulan – Majapahit, Sangkulirang – Prehistoric Caves Sites, Kepulauan Banda, Rumah Gadang Sijunjung Minangkabau, dan Kota Tua Semarang. Sementara, posisi kedua diduduki oleh situs Sawah Lunto yang akan menjadi cadangan.

“Merupakan kebanggaan Kota Tua Jakarta dapat terpilih menjadi situs pertama yang akan dicalonkan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia menjadi situs warisan budaya dunia oleh UNESCO,” kata Lin Che Wei, CEO Dewan Eksekutif JEFORAH kepada Sarasvati.

Upaya ini tentu patut dijadikan contoh oleh pengelola situs lainnya yang ingin mengajukan diri, terutama karena JEFORAH mampu mempersiapkan segala persyaratan dari UNESCO kurang dari sembilan bulan terhitung sejak Mei 2014.

Penyebab utama gagalnya situs lain untuk masuk dalam tentative list nominasi, adalah karena kurangnya persiapan untuk memenuhi seluruh persyaratan yang diajukan UNESCO.

Dalam upaya konservasi situs-situs tua bersejarah di Kota Tua Jakarta, JEFORAH melibatkan banyak pihak terutama dari sejarahwan. Dua pria pada gambar di atas adalah Pater Adolf Heuken dan Scott Merrillees, dua legendawan yang tengah mengunjungi sisa tembok terakhir Batavia yang dikuasai oleh Tentara.

“Dari 26 situs yang masuk tentative list ternyata tidak ada yang siap untuk dinominasikan. Sementara yang sudah siap tidak terdaftar dalam state party seperti yang diajukan oleh UNESCO, sehingga mereka harus menunggu selama satu tahun untuk kembali mengajukan diri,” kata Lin.

Menurut Lin, keberhasilan itu tidak terlepas dari dukungan dan kerja sama seluruh stake holder seperti PT. POS Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan seluruh tim konsorsium.

“Sama sekali tidak ada hambatan berarti dalam mempersiapkan. Upaya bahu membahu antara pihak swasta dan Pemprov DKI Jakarta dalam meng-goalkan nominasi UNESCO World Heritage adalah upaya yang luar biasa,” katanya.