Lebih dari 15 tahun, upaya mengusung kawasan Kota Tua Jakarta menjadi salah satu warisan budaya dunia dengan predikat ‘UNESCO World Heritage Site’, tertunda karena ketidakseriusan pemerintah provinsi DKI Jakarta mempersiapkan seluruh persyaratannya termasuk kawasan kota tua sendiri.
Dan kini, upaya itu kembali didengungkan pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (JORTC) dan Jakarta Endowment For Arts & Heritage (JEFORAH). Rencananya, seluruh dokumen terkait penominasian tersebut akan diselesaikan sebelum tenggat akhir UNESCO pada Februari 2015 mendatang. Sayangnya, kita baru bisa memastikan Kota Tua menjadi salah satu situs dilindungi atau tidak maksimal 10 tahun kemudian.
Menurut Kepala bidang Kebudayaan UNESCO untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Timor Leste, Masanori Nagaoka, cepat atau lambatnya keputusan penetapan situs bergantung pada kesiapan Kota Tua Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pengelola. Dan, kemampuan pemerintah Indonesia dalam meyakinkan 21 negara anggota UNESCO untuk menyetujui permohonan tersebut.
“Apakah Kota Tua Jakarta akan menjadi salah satu situs yang dilindungi? Semua bergantung pada komitmen Anda, masyarakat dan pemerintah,” kata Masanori dalam konferensi pers yang berlangsung pada Senin, 26 Mei 2014.
Mengapa JOTRC dan JEFORAH bersikukuh menjadikan Kota Tua sebagai salah satu situs yang dilindungi? CEO JOTRC dan JEFORAH, Lin Che Wei mengatakan, tujuan utamanya adalah membangun kesadaran bersama untuk menjaga seluruh kawasan Kota Tua Jakarta, tidak hanya bangunan tetapi juga kehidupan masyarakat dan budaya di dalamnya.
“Label ini menjadi jaminan agar semua sama-sama melindungi, karena pihak-pihak yang membiarkan pelapukan terjadi tentu tetap ada. Keuntungan lainnya, label UNESCO cukup dikenal di dunia dengan begitu akan lebih banyak menarik wisatawan,” katanya.
Lalu, apa saja persyaratan yang harus disiapkan? Pertama, Kota Tua Jakarta harus memenuhi satu atau lebih kriteria dari World Heritage yaitu hasil pemikiran kreatif (human creative genius); akulturasi nilai (interchange of values); kesaksian tradisi budaya (testimony to cultural tradition – traditional human settlement); signifikansi pada sejarah (siginificance in human history); serta warisan universal (heritage associated with events of universal). Kedua, situs harus memenuhi syarat-syarat integritas dan keaslian yang relevan. Situs harus terbukti memenuhi syarat atas perlindungan dan pengelolaan.
Sebagai langkah awal, Pemprov DKI Jakarta dan JOTRC akan membentuk tim manajemen yang berfungsi untuk mempersiapkan seluruh dokumen administrative dan program-program aktivasi. Selain Pemprov DKI Jakarta, tim ini akan terdiri dari pemilik gedung, badan yang mengurus situs warisan nasional (national heritage agencies), komunitas lokal, kampus, peneliti arsitek, sejarawan, dan pihak swasta. Kehadiran manajemen yang stabil dan aktif ini merupakan persyaratan utama yang diminta UNESCO untuk memastikan kawasan ini hidup berkelanjutan. “Sepanjang proses persiapan UNESCO akan terus mendampingi,” kata Wei.
Hambatan utama proses ini, kata Wei, adalah mengumpulkan seluruh dokumen resmi terkait kepemilikan gedung dan bukti-bukti peninggalan sejarah terkait kawasan Kota Tua Jakarta. Berdasarkan data Pemprov DKI, ada 281 bangunan di Kota Tua dimana 6 bangunan (2%) adalah milik Pemprov DKI, 134 bangunan (48%) milik BUMN, dan 141 bangunan (50%) milik swasta dan masyarakat. Namun, sebagian besar gedung mengalami pelapukan sehingga harus direnovasi.