Keanekagaraman bukanlah hal yang asing bagi ilustrator muda Lala Bohang. Lahir di Makassar dan dibesarkan di Palu, Lala kemudian menghabiskan masa remaja dan kuliah di Bandung. Tidak berhenti di situ, ia pun lalu pindah ke Jakarta setelah menyelesaikan studinya di jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan. Sebelum memulai karir seninya sebagai ilustrator, karir Lala pun sempat meloncat-loncat mulai dari pengembang bisnis untuk perusahaan properti, sampai stylist dan editor untuk majalah interior. Ketidakpastian dan perubahan yang terus menerus ini pada akhirnya menimbulkan anxiety atau kegelisahan dalam diri Lala.
Namun, baginya kegelisahan ini tidak harus dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Nalurinya sebagai seniman pun membuatnya merubah anxiety menjadi inkxiety; sebuah istilah buatannya sendiri di mana menurutnya kegelisahan dapat menjadi inspirasi untuk berkarya, dan juga di mana karya seni dapat menjadi wadah untuk menyalurkan emosi dan kegelisahan dari ketidakpastian sehari-hari. Bahkan, buat Lala yang gemar menggambar dari kecil, ia lebih menikmati proses menciptakan sebuah gambar ketimbang hasil yang tercipta. Menurutnya proses menggambar merupakan suatu kegiatan yang menenangkan dan membebaskan pikiran dari kesibukan bekerjanya.
Memilih berkarya melalui tinta hitam di atas kertas putih, pelarian dari kejenuhan sehari-hari ini pun berubah menjadi rutinitas. Pada akhirnya dari rutinitas ini pun, ia mencari sosok-sosok lain yang juga menggemari kegiatan menggambar dan ilustrasi. Bersama illustrator-ilustrator muda lainnya, Lala bergabung pada kelompok ‘The Dancing Animal’, yang sempat menggelar pameran ilustrasi berjudul Love Artually pada tahun 2008. Di tengah-tengah berjalannya fenomena Art Boom pada pasar seni komersil dan pergerakan karya seni yang selalu formal diatur oleh kurator maupun galeri, Lala dan teman-teman sebayanya memberanikan diri untuk menunjukkan karya-karya ilustrasi mereka yang awalnya dibuat pada waktu senggang di sela kesibukan pekerjaan masing-masing.
“Berawal dari sekedar hobi, saya tidak menyangka pada akhirnya bisa merubah kegemaran menggambar menjadi profesi tetap,” ujar Lala ketika memberikan seminar tentang karirnya pada acara Creative Mornings Jakarta di Conclave co-working space. Lala pun kemudian merintis karir sebagai seniman ilustrasi, dan sempat memamerkan karyanya pada pameran tunggal berjudul “Gendis” di Lir Art Space, Yogyakarta, maupun beberapa pameran kelompok seperti ‘Redraw’ dan ‘Martell : Medium of Living’ di Edwin’s Galleri Jakarta.
Ketika ditanya tentang sumber inspirasi karya-karyanya, ia pun mengaku banyak terpengaruh dari kegemarannya membaca buku cerita anak-anak. Karakter dari buku-buku cerita seperti Pippi Longstocking misalnya, terus ia ingat bahkan sampai ia menginjak usia dewasa. Kegemarannya dengan buku jugalah yang membuatnya memulai inisiatif Lemari Buku , yang bertujuan mengulas buku-buku yang kurang populer di peredaran masyarakat luas . Pandangannya yang kritis tentang sempitnya jaringan tema yang dibahas oleh buku-buku populer ada di balik alasan tercetusnya inisiatif ini.
Selebihnya, ketertarikannya seputar buku jugalah yang menjadi inspirasi dibalik pameran ‘Written by Lala Bohang’ yang digarapnya sebagai hasil dari riset residensi seni bersama Galeri Nasional tahun 2014. Walaupun identitasnya sebagai seniman identik dengan karya ilustrasi tinta hitam putihnya, karya seni yang dipamerkan Lala menunjukkan sisi yang berbeda dari karakternya sebagai seniman muda. Dalam pameran ini, Lala memamerkan karya instalasi berupa cetakan ulang buku-buku bertema populer.
Sentuhan pribadi yang unik terasa dari karya ini dan terutama tercermin dari desain ulang sampul buku-buku tersebut . Lengkap dengan gambar dirinya sendiri dan judul plesetan yang ditujukan sebagai parodi dari sampul buku yang sebenarnya desain ulang sampul buku-buku populer ini menunjukkan kritiknya terhadap kurangnya peredaran buku-buku dengan tema yang kurang populer.
Mulai dari kegelisahan sehari-hari, keragaman jalan hidup yang terus berubah, hingga buku cerita anak-anak, Lala Bohang tidak pernah berhenti menjadikan karya seni sebagai wadah untuk menuangkan suka-duka hidupnya. Dalam sesi Creative Mornings ini, Lala pun mengakhiri ceramahnya dengan memberikan beberapa nasehat kepada pendengar sekaligus muda-mudi yang masih memiliki banyak pertanyaan seputar memulai karir di bidang seni.
Diberi judul Inkxiety Manifesto, Lala menegaskan beberapa poin yang menurutnya penting dalam pengembangan karirnya seni nya. Poin-poin ini antara lain mengingatkan kita untuk selalu menghadapi dan membebaskan kegelisahan kita, untuk selalu berani dan mempertunjukkan kreativitas kita, dan untuk menyisihkan waktu pribadi demi menekuni apa yang kita kerjakan.