Nasirun, "Seri Slamet Gundono: Iring-Iringan", varibale dimension media campuran, 2006-2016. (Foto: Jacky Rachmansyah)

 

Menikmati karya-karya Nasirun dan I Nyoman Nuarta adalah sebuah proses melarung ke dunia tradisi dan dunia antah berantah.

 

Carangan adalah ketika terjadi sebuah percabangan, suatu tetumbuh kecil dari batang pokok. Maka, dalam pewayangan dan perbincangan susastra terdahulu, bila kita berbicara lakon carangan, kaitan arti yang terbangun adalah pada tetumbuh-tetumbuh penceritaan yang muncul menyimpang, menyulur, dan menjadi ranting dari batang utama, yang adalah pakem.

Demikian Jim Supangkat menuliskan catatan kuratorial pameran Nasirun yang berjudul “Carangan” di Museum Nuarta, Bandung, 26 November 2016 – 1 Februari 2017.

 

Nasirun, "Seri Gatotkaca", variable dimension, mixed media instalasi, 2016. (Foto: Jacky Rachmansyah)
Nasirun, “Seri Gatotkaca”, variable dimension, mixed media instalasi, 2016. (Foto: Jacky Rachmansyah)

Nasirun membuat karya baru atau memajang karya lama di seluruh sudut museum guna merespons karya-karya I Nyoman Nuarta, si empunya museum. Ide berawal dari keinginan sang pelukis untuk bereaksi dan menanggapi karya pematung Garuda Wisnu Kencana tersebut.

Kemudian, Jim Supangkat memberi ide untuk membuat pameran seperti yang terjadi sekarang. Dia menata karya-karya yang senada dalam posisi berdekatan, seakan saling berdialog dan melengkapi. Kita jadi melihat karya-karya Nasirun di ruangan Museum Nuarta sebagai cabang-cabang kecil yang tumbuh dari sebuah batang besar yang sudah lebih dulu ada di sana, yakni patung-patung Nyoman Nuarta.

Keberadaan si cabang dan si batang besar ini memiliki kesamaan dan perbedaan, baik dari segi konsep maupun tampilan visual. Kesamaannya, misalnya, terletak pada pengaruh tradisi di karya keduanya.

 

Ulasan lengkap Wayang-wayang yang Mencarang dari Tubuh Patung dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Januari 2017.