Fase kehidupan perempuan dari remaja hingga dewasa di masa lampau yang diceritakan lewat Sipatmo, dipilih sebagai tarian pembuka yang memanjakan penonton. Terinspirasi dari tarian cokek khas Betawi, Sipatmo meleburkan gerakan balet dan tari tradisional yang diiringi musik Jali-Jali hingga Surilang.
Selain Sipatmo, masih ada tiga tarian berbeda yang dipentaskan setelahnya. Empat jenis tarian yang mengeksplorasi gerakan balet dengan tari lainnya, dihadirkan dalam gelaran “We Dance” sebagai sebuah pementasan perdana untuk memperkenalkan Indonesia Dance Company di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), 1-2 Oktober 2016.
Indonesia Dance Company (IDCO) merupakan wadah profesional yang ditujukan bagi para penari untuk mengembangkan potensi dan memiliki prospek yang baik di dunia seni tari. Kehadiran IDCO tidak lepas dari Marlupi Sijangga, penari balet yang sudah berkontribusi lebih dari 60 tahun dan pendiri akademi tari terbesar dan tertua di Indonesia yakni Marlupi Dance Academy.
Kini, langkah Marlupi dalam melestarikan perkembangan tari di Tanah Air diteruskan anak dan cucunya lewat IDCO. Sang anak, Fifi Sijangga berperan sebagai Executive Director dan sang cucu, Claresta Alim mengampu posisi sebagai Founder & Artistic Director, sedangkan peran sebagai patron dipercayakan kepada Marlupi.
Sebagai sebuah salam perkenalan dari IDCO, “We Dance” menampilkan 13 penari utama dan 8 penari pendukung (apprentice) yang membawakan empat tarian dengan tema dan cerita berbeda berjudul Sipatmo, Psycolor, Burn in Inspiration, dan Festivo.
“Judul ‘We Dance’ ini kami ambil karena kami semua senang menari. Pementasan ini terdiri dari beberapa jenis tarian”, ujar Fifi Sijangga pada kesempatan jumpa pers di GKJ, 30 September 2016.
Setelah dibuka Sipatmo yang menampilkan nuansa budaya peranakan dan Betawi yang kental, Psycolor tampil kontras lewat nuansa kontemporer dan modern. Delapan penari berpenutup kepala tembus pandang, menari dalam balutan kostum yang warna-warni.
Dengan tetap menampilkan gerakan-gerakan balet, Psycolor merupakan sebuah perwujudan berbagai karakter manusia yang saling melengkapi untuk mencapai keharmonisan. Disambung dengan Burn In Inspiration yang memadukan neo-ballet dengan flamenco yang dibawakan delapan penari.
Koreografi pementasan ini dipercayakan kepada Siti Soraya Thajib, Siko Setyanto, dan Claresta Alim yang juga berperan sebagai artistic director. Kostum penari dipercayakan pada perancang Didi Budiardjo.
Pementasan ini ditutup dengan Festivo yang menghadirkan kemeriahan musim panas di Jepang lewat gerakan hip hop dan kontemporer.