Abdi Setiawan diantara karya-karyanya yang tampil perdana di Rebbase Art Gallery, Ciputra World 1, Jakarta.
Abdi Setiawan diantara karya-karyanya yang tampil perdana di Rebbase Art Gallery, Ciputra World 1, Jakarta.

Saat kepolosan wajah seorang anak berganti bengis dan penuh kekerasan, apakah itu gambaran generasi muda kita?

Sesosok anak mengenakan kaos oblong berwarna coklat, berdiri sambil menyeringai. Kedua tangannya mengenakan boneka tangan anjing dan harimau yang tampak lucu. Satu-satunya yang tak lazim pada sosok anak laki-laki itu hanyalah topeng yang ia gunakan. Entah mengapa ia memilih karakter Hellboy yang dikenal sebagai anak reinkarnasi iblis, bukan karakter pahlawan tampan seperti Spiderman ataupun karakter komik lucu seperti Ninja Hatori.

Sementara itu, di sudut ruangan seorang anak laki-laki tampak duduk dengan santai diatas kotak putih. Ia juga mengenakan topeng berkarakter harimau tapi tak sampai menutupi wajahnya. Lagi-lagi ada yang tak lazim pada anak ini. Bukannya permainan mobil-mobilan atau pesawat yang ia pegang, melainkan celurit dan senjata api. Apa yang terjadi pada anak-anak ini?

Ya, setidaknya ada delapan figure anak-anak dan satu figure pria dewasa yang tampil dalam pameran tunggal keenam Abdi Setiawan di Rebbase Art Gallery, Ciputra World lantai 12, Jakarta, pada 30 Oktober hingga 30 November 2014. Hanya figure pria dewasa dengan pakaian seragam satpam itu saja yang tampak ‘normal’ bila dibandingkan figure anak-anak dalam pameran bertajuk The Future is Here itu.

“Pameran ini memang bicara tentang kekerasan. Kekerasan yang terjadi pada anak, maupun yang dilakukan oleh anak-anak. Tapi jangan terpaku pada sosok anak-anak itu saja. Karena, bisa jadi figure-figur itu juga refleksi dari orang-orang dewasa,” kata Abdi yang kesehariannya berkarya di Yogyakarta itu.

IMG_3442 - Copy

Inspirasi karya ini, kata Abdi, tak jauh-jauh berasal dari anak-anak yang ada di lingkungan tempat tinggalnya di Jogja. Dekat dengan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK), menggelitik benaknya untuk berangan-angan mengubah sosok mereka yang identik manis, polos dan lucu. Menjadi karakter yang penuh kekerasan dan jahat.

Karya ini seakan-akan mengajak pengunjung untuk bercermin pada kondisi lingkungan yang kini menempa anak-anak generasi penerus Indonesia. Tidak saja melihat langsung berbagai aksi kekerasan di lingkungannya, tapi mereka juga disuguhi dengan aksi-aksi kekerasan di pemberitaan media maupun film-film di televisi. Apa yang akan kita lakukan untuk mencegah berubahnya karakter anak-anak itu? Inilah yang ditawarkan Abdi dalam karyanya kali ini.

Instalasi Narasi

Bila dibandingkan dengan pameran tunggal sebagian besar seniman-seniman Indonesia lainnya, pameran tunggal Abdi kali ini bisa dibilang cukup irit. Minim dalam jumlah karya yang dipamerkan, hanya Sembilan figure yang disetting menjadi satu karya instalasi. Minim luas ruangan, hanya sekitar 4×5 meter persegi.

“Meski terkesan minim, tapi bagi saya ruangan dengan ukuran seluas itu sudah cukup. Justru jika terlalu luas kekuatan dari karyanya tidak akan kelihatan. Karena ini adalah karya instalasi dengan narasi,” katanya.

Selain itu, figure-figur yang tampil kali ini juga sudah pernah hadir dalam sejumlah pameran tunggal atau bersama sebelumnya. Itulah kekuatan masing-masing figure karya Abdi. Tidak saja cocok untuk satu judul tertentu tapi juga bisa menghadirkan cerita baru jika ‘dirakit’ dengan figure-figur lain dengan settingan yang berbeda.

“Sebagian besar karya-karya saya jika dipindahtempatkan, bisa menawarkan cerita yang berbeda,” ujarnya.

Ke depan, Abdi yang sebelumnya sempat berkarya menggunakan bahan fiber dan kayu utuh ini mengaku akan kembali focus berkarya menggunakan balongan kayu kembali. Figur yang ia tampilkan pun akan berkembang, tak lagi sekedar figure manusia namun akan bercampur dengan hewan ataupun tumbuhan. Yah, mari kita nantikan pameran Abdi selanjutnya yang rencananya akan digelar Desember 2014 ini.

IMG_3432