Untuk menyambut ulang tahun ke-50, Sekretariat ASEAN menyelenggarakan pameran “Assemblage – Reflections on ASEAN” yang menampilkan 23 karya dari 16 seniman – 15 pelukis dan 1 seniman trimatra – dari Asia Tenggara. Para pelukis tersebut adalah Vicente Manansala, Ramon Magsaysay, Khaw Sia, Amrus Natalsya, Damrong Wong-Uparaj, Lee Man Fong, Lee Cheng Yong, Evariste Jonchere, U kyaw Ohn, Leuane Sombounkhan, Arie Smit, Mohammad Din Mohammad, Ibrahim Hussein, Pacita Abad, Tong Chin Sye, dan Bui Xuan Phai.
Zineng mengundang Hendra ‘Blankon’ Priyadhani sebagai satu-satunya seniman kontemporer yang menciptakan karya khusus untuk pameran ini, yakni karya yang merespons lukisan-lukisan yang ditampilkan. Lima karya baru dibuat Hendra dengan menggunakan found objects, bertajuk Futurist, Installation Works in Progress, Elegance, Message from the Past, dan No Gold No Goal.
Memasuki ruangan pameran, pengunjung disambut dua karya yang membuka narasi pameran “Assemblage – Reflection on ASEAN”, yakni Machinery oleh seniman Filipina Vicente Manansala dan Melepas Dahaga oleh seniman Indonesia Amrus Natalsya. Pada karya Machinery, selain teknik kubisme yang menawan, dapat kita lihat juga visual mesin yang menunjukkan kemajuan teknologi pada zaman itu. Sedangkan karya Melepas Dahaga memperlihatkan seorang petani yang tengah melepas dahaga, berlutut, memasukkan wajahnya ke sebuah mata air di tengah kebun. Latar belakangnya siluet bangunan industri yang besar.

“Kedua lukisan ini diciptakan oleh senimannya pada waktu yang kurang lebih sama, tahun 1962 dan 1967. Tetapi keduanya mencerminkan hal yang sangat berbeda,” ujar Zineng, menjelaskan seakan-akan sejarah perkembangan sebuah negara direkam oleh seniman dengan medium seni rupa.
Tidak lama kemudian, lukisan pemandangan mulai populer, atau yang kita kenal dengan zaman Mooi Indie di Indonesia, dihidangkan oleh seniman seperti seniman Thailand Damrong Wong-Uparaj, seniman Malaysia Khaw Sia, dan seniman Indonesia Arie Smit. Pemandangan yang dihadirkan tidak hanya pemandangan alam, tetapi juga pemandangan kehidupan keseharian di negara masing-masing. Hal ini lalu dilanjutkan dengan era di mana seni juga berperan sebagai sarana untuk menyampaikan isu-isu sosial dan politik. Hal ini dapat kita lihat dalam karya Issues and Emotions seniman Singapura Mohammad Din Mohammad dan Dayak Burning oleh seniman Filipina Pacita Abad.
Seluruh karya seni yang ditampilkan dalam “Assemblage – Reflections of ASEAN” adalah milik ASEAN Gallery serta beberapa dipinjamkan kolektor. Pameran ini berlangsung pada 28 Juli – 31 Agustus 2017 di ASEAN Gallery yang terletak di dalam gedung Sekretariat ASEAN.