Doodle Nation Beri Ruang Bagi Yang Muda

0
6332
Syamsul Wahidin di Pameran Doodle Nation "Ini Indonesia" , Yello Hotel Harmoni Jakarta. (Dok: Dhamarista Intan)

Pameran seni kini menjadi hal yang dilirik oleh Yello Hotel, yang meluncurkan program Doodle Nation sebagai ajang pamer bagi seniman-seniman muda. Salah satunya adalah Syamsul Wahidin atau Acul SW, yang membuka program ini lewat karya doodle di atas kertas, kanvas, jeans, meja kayu, hingga sepatu.

Pameran “Ini Indonesia” merupakan kesempatan pertama Acul untuk berpameran tunggal. Tajuk tersebut dipilihnya untuk mengekspresikan budaya Indonesia lewat caranya sendiri. Berbagai doodle yang deformatif dituangkannya dengan dominasi warna cerah seperti kuning, biru, dan jingga. Lebih dari 30 karya dipamerkan Acul lewat berbagai medium di lobi Yello Hotel Harmoni, Jakarta.

Selain menantang, pameran tunggal pertama ini dinilai Acul sebagai cara untuk mempromosikan kembali budaya Indonesia dengan cara yang lebih menyenangkan.

Pameran
Pameran “Ini Indonesia” menampilkan karya doodle dari Syamsul Wahidin aka Acul SW. (Dok. Dhamarista Intan)

“Saya ingin memperkenalkan kembali kebudayaan indonesia lewat style saya, yang bisa dinikmati oleh kaum yang lebih muda. Sehingga anak muda tersebut akan menggali lagi budaya yang ada di Indonesia,” jelasnya.

Bertepatan dengan bulan kemerdekaan, program Doodle Nation dinilai Manager Harris Vertu dan Yello Harmoni Hengky Tambayong sebagai cara Yello Hotel untuk lebih dekat kepada publik.

“Doodle Nation merupakan untuk salah satu cara menampilkan brand identity Yello lewat street art, street dance, dan games. Kami ingin menjadi wadah-wadah kreatif yang mau kami berikan ke seniman muda. Boleh dibilang kita akan mengajak masyarakat luas untuk lebih mengenal tentang apa itu doodle,” ujar Hengky.

Kerja Mandiri

Acul mengaku, segala persiapan pameran hingga hari H dilakukan secara mandiri. Ia tidak memiliki tim dalam bekerja hingga display karya. Menariknya, ia tak perlu merogoh kantong untuk persiapan modal berkarya karena semua disokong oleh sponsor yang lagi-lagi didapatnya sendiri.

“Beberapa seniman agak canggung untuk bekerja sama dengan korporat. Saya ingin membuktikan bahwa saya dan semua sponsor, terutama Yello, bisa bekerja sama dengan baik. Dan tidak mengurangi ciri saya, kesenian saya, dan cara saya menggambar,” terangnya di pembukaan pameran.

Tidak hanya di atas kertas, doodle Acul SW juga dibuat di atas kayu. (dok. Dhamarista Intan)
Tidak hanya di atas kertas, doodle Acul SW juga dibuat di atas kayu. (Dok. Dhamarista Intan)

Baginya, kehadiran sponsor bukanlah halangan untuk tetap berkarya sesuai dengan gaya masing-masing seniman. Percaya diri dan komunikasi yang baik adalah kuncinya. Justru batasan-batasan yang dihadapi Acul dijadikannya tantangan untuk lebih kreatif dan ia percaya bahwa “semuanya bisa dibicarakan”.

Anak Muda dan Budaya

Kedekatan Acul dengan budaya Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru. Di tahun 2016, ia turut berkontribusi pada kebudayaan Jakarta dan terpilih sebagai pemenang pertama Jakarta Souvenir Design Award dan kategori Best Design. Perhatiannya kepada budaya Jakarta juga dihadirkan lewat tokoh Pakondel, yang berusaha mengubah citra ondel-ondel yang menyeramkan menjadi sesuatu yang lucu dan menyenangkan.

Sedangkan di pameran kali ini, perhatian Acul pada budaya meluas ke seluruh Indonesia. Seperti karya Kebo-keboan yang dibuatnya lewat cat air di atas kertas, merepresentasikan budaya Banyuwangi yang awalnya dilakukan sebagai ritual meminta hujan di musim kemarau dan kini sebagai cara bersyukur setelah masa panen. Apabila ritual kebo-keboan aslinya identik dengan warna hitam yang merepresentasikan kerbau, karya Acul dipenuhi dengan warna-warna yang playful dan ceria.

Kebo-keboan, watercolor on paper, 2018 (dok. Dhamarista Intan)
Kebo-keboan, watercolor on paper, 2018 (Dok. Dhamarista Intan)

Medium berbeda dipilih seniman lulusan sekolah desain Interstudi ini untuk menampilkan figur kuat dan gagah seperti Gatotkaca. Kanvas berukuran 110 x 80 cm digunakannya untuk menghadirkan tokoh tersebut lewat warna kuning dan jingga yang dominan.

Sedangkan di karya Payung Geulis yang mengangkat budaya Sunda, di buat pada media tikar anyam. Sekilas, akan tampak seperti kanvas yang berukuran 120 x 60 cm.

Keseluruhan karya Acul yang mengeksplorasi banyak media, jauh dari kesan suram dan tua. Garis-garis lentur di doodlenya seakan melenturkan pula jarak antara budaya dan anak muda.

Ruang Ekspresi yang Luas

Selain menghadirkan pameran, program Doodle Nation juga menghadirkan kegiatan workshop dan mural painting. Keseluruhannya akan mengandalkan kemampuan dari Acul sebagai seniman. Khalayak umum bisa ikut berpartisipasi dalam kelas menggambar doodle pada 1 September dan menyaksikan aksi Acul membuat mural di dua tembok Yello Hotel Harmoni pada 6-7 September.

Acul menggunakan beragam media mulai dari jeans, sepatu, hingga kayu. (dok. Dhamarista Intan)
Acul menggunakan beragam media mulai dari jeans, sepatu, hingga kayu. (Dok. Dhamarista Intan)

Kesempatan seperti ini nampaknya akan didapatkan pula oleh seniman muda lainnya yang akan dilibatkan pada Doodle Nation selanjutnya, yang diharapkan dapat menampilkan talenta muda yang kurang mendapat ruang untuk berpameran. Meski begitu, penataan karya dan cara display perlu diperhatikan, supaya tidak hanya tampil sebagai pemanis ruangan namun berdiri menonjol untuk menyampaikan gagasannya.


Ini Indonesia by Syamsul Wahidin

Wok’n’Tok Yello Hotel Harmoni

Jl. Hayam Wuruk No.5/A3, RT.6/RW.2, Kb. Klp., Gambir, Kota Jakarta Pusat

21 Agustus – 7 September 2018.

Free Entry