Kalanari Theatre Movement. (Foto Istimewa)

Gelaran Salihara International Performing-arts Festival (SIPFest) akan hadir sepanjang 1 Oktober-6 November 2016 mendatang. Perhelatan ini sebelumnya bertajuk Festival Salihara, yang sudah berlangsung lima kali sejak 2008.

Tahun ini, SIPFest akan menghadirkan 14 penampil dari pentas tari, musik, dan teater karya seniman Indonesia, Jerman, Norwegia, Kanada, Austria, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Malaysia. Sebagian besar karya didapuk sebagai world premiere dan Asia premiere.

Di samping pertunjukan mereka, para penampil juga akan berbagi dengan para penonton lewat sederetan agenda lokakarya di antara jadwal pertunjukan.

Para penampil dalam pentas musik dari Indonesia akan mewarnai SIPFest 2016 dalam gelaran musik perkusi. Beberapa di antaranya yakni Total Perkusi yang siap membawakan komposisi marimba solo White Knuckle Stroll karya Casey Cangelosi, serta Perang Bubat dan Mega Senja, karya orisinal mereka.

Baca juga Seni Instalasi hingga K-Pop di Korea Festival

Ada pula Al. Suwardi dalam Grup Planet Harmonik yang menampilkan Pisungsung dan Nunggak Semi di bawah tajuk Berkelana dalam Planet Harmonik.

Dalam Pisungsung, akan tampil nada-nada asing dari benturan instrumen logam, serangkaian bebunyian purba yang pastoral. Sedangkan Nunggak Semi dibuka dengan bunyi genta sebagaimana pengrawit Jawa melakukan ornamentasi musikal terhadap bonang pada gamelan Sekaten.

“Mega Mendung” karya Fitri Setyaningsih. (Foto: Istimewa)

Iwan Gunawan dan Kyai Fatahillah menghadirkan interpretasi baru terhadap musik-musik mancanegara. Mereka akan memainkan secara baru karya-karya yang pernah mereka mainkan (Noname and Nothing, Kulu-kulu 2016, Gamelan Soundscapes, Minutes), di samping Twee Korte Stukken voor Piano, komposisi piano karya Theo Leovandie yang terinspirasi bunyi bel gereja, tapi digubah kembali dengan beberapa instrumen gamelan.

Dari pentas tari, akan hadir Mega Mendung karya koreografer Fitri Setyaningsih. Dalam karya ini, ia mengemas gagasan yang bermula dari dongeng masa kecilnya akan mega yang membawanya ke langit ke dalam sepaket pertunjukan tari tentang awan.

Sementara itu, Eko Supriyanto akan menutup SIPFest dengan Balabala, karya terbarunya yang menampilkan penari lima gadis muda asal Jailolo, Maluku Utara. Lewat gerakan lambat dan berirama, mereka mendekonstruksi bentuk dan irama tarian Cakalele dan Soyasoya yang selama ini dimainkan laki-laki—menyingkapkan kekuatan perempuan.

Dari pentas teater, Kalanari Theatre Movement kembali berpentas di SIPFest 2016 dengan Yo-he-ho’s Site. Dalam pertunjukan site-specific ini, Kalanari memberi tawaran tentang bahasa seperti apa yang keluar dari mulut manusia dahulu kala dengan memanfaatkan mitos-mitos tentang sejarah bahasa manusia melalui gerak dan suara, yang terhitung sebagai bahasa paling primitif di pertunjukan teater.

She She Pop akan membuka SIPFest 2016 1 Oktober di Teater Salihara, pukul 8 malam (Foto: Istimewa)
She She Pop akan membuka SIPFest 2016 1 Oktober di Teater Salihara, pukul 8 malam (Foto: Istimewa)

Pentas SIPFest akan dibuka dengan penampilan kelompok teater Jerman She She Pop dengan tajuk The Rite of Spring as Performed by She She Pop and Their Mothers. Berkolaborasi langsung dengan para ibu mereka, She She Pop mengangkat isu problem etis penyangkalan diri antara laki-laki dan perempuan, antara para ibu dan anak mereka, serta identitas dan peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

Sementara itu, Arica Theatre Company dari Jepang akan menghadirkan pentas nirkata yang berkisah tentang makna pencarian hidup oleh dua manusia dalam Butterfly Dream.

Selain menikmati aneka seni pertunjukan selama sebulan penuh, tampil pula karya-karya seni rupa site-specific di penjuru ruang terbuka Salihara. Dari depan Teater Salihara, sosok The Thinker karya Auguste Rodin dituangkan Indyra di sudut dinding dalam tajuk Be A Daydreamer & A Night Thinker.

Di Anjung Salihara, bertengger sosok gurita raksasa dari bambu, karya Nus Salomo bertajuk Gurita Salihara. Di taman samping Teater Salihara, terdapat pula instalasi sekelompok burung terbang, karya Made Gede Wiguna Valasara berjudul Sanctuary 2016.

Sementara itu, patung Gus Dur: Tuhan Tidak Perlu Dibela karya Purjito hadir menyambut pengunjung di depan Galeri Salihara.