Generasi Pendiri SDI

Sebagai sanggar yang terus berkembang di umur yang hampir setengah abad, SDI telah menghasilkan seniman-seniman yang diperhitungkan di jagad seni rupa Indonesia. Aspek lokalitas Bali yang diangkat anggota SDI acapkali dibumbui dengan isu sosial, politik, maupun ekonomi yang ada di keseharian.
Dalam tulisan berjudul 43 Tahun Sanggar Dewata Indonesia Menembus Generasi yang ditulis oleh I Made Bakti Wiyasa, dijabarkan tentang perubahan gaya berkesenian dan seniman yang menonjol dari waktu ke waktu.
Pada periode awal kemunculan SDI, seniman yang menghidupkan sanggar ini adalah para pendirinya, yakni seniman generasi 70-an yang sering mengangkat tema humanis ataupun refleksi personal atas makna kehidupan yang ditampilkan lewat simbol-simbol yang subtil dan liris. Dituangkan lewat bentuk abstrak, ekspresionisme, dekoratif, dan kaligrafi.

Seniman yang menonjol saat itu seperti Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Wayan Sika, Pande Gede Supada, Wayan Arsana, Nyoman Arsana dan kawan-kawan yang berpartisipasi di pameran pertama SDI tahun 1970 di Seni Sono Art Gallery, Yogyakarta.
Baca juga Arsip-Tutur Jagad Perupa
Salah satu sosok yang mengetahui perjalanan dan mengenal para pendiri SDI adalah Oei Hong Djien (OHD). Kolektor yang tinggal di Magelang ini sudah mengenal Gunarsa sejak aktif di Yogyakarta, sebelum pulang ke Bali dan mendirikan Nyoman Gunarsa Museum di daerah Klungkung.
“Sebagai pendiri SDI, Gunarsa sudah pasti menjadi seniman yang paling penting. Lukisannya luar biasa. Dalam hal drawing tidak ada yang menyaingi dia. Garisnya itu luar biasa dan begitu cepat,” ujar OHD.




