Locus Utopia, Perjalanan Baru Katirin

0
5361
Katirin
Katirin, "Alone", 120x145 cm, acrylic on canvas, 2018. (Dok. Katirin)

Pameran tunggal Katirin bertema “Locus Utopia” usai Sabtu lalu, 24 Februari 2018. Pameran yang dikurasi Apriadi Ujiarso itu digelar sejak 10 Februari 2018 di Sangkring Art Project, Bantul, Yogyakarta.

“Locus Utopia” adalah seri ke-2 dari 10 seri acara Single Fighter yang dibuat Sangkring Art Project. Seri pertama menampilkan karya-karya Samuel Indratma pada November 2017.

Baca juga Mencari Posisi Patung di Dalam Medan Seni Rupa Kontemporer

“Locus Utopia” menyajikan wacana keruangan (spasial) dengan benang merah locus utopia. Locus utopia, atau kerap disebut heterotopia, adalah lokasi utopia namun nyata ada, wilayah antah berantah.

Katirin
Katirin, “Locus Utopia”, 200x250cm, acrylic on canvas, 2017. (Dok. Katirin)

Dalam catatan kuratorialnya, Apriadi Ujiarso menuliskan, hanya single fighter sejati yang berani  mencari, menemukan locus utopia  dan  secara simultan memanifestasikannya ke berbagai wujud representasi.

Pada Mei 2006, dua pekan sebelum gempa besar mengguncang Yogyakarta, Katirin pindah dari Karangkajen ke lahan berbatu masif di Gunung Bangkel, Bantul, keduanya masih di Yogyakarta. Meski belum tuntas, di lahan dengan pemandangan gunung Merapi di utara dan perbukitan Patuk-Dlingo di selatan itu kini telah berdiri tiga ruang berikut fungsi masing-masing.

Baca juga Enam Windu Sanggar Dewata Indonesia

Pertama, rumah tinggal yang ditempati Katirin bersama keluarga. Kedua, geladak panggung yang didirikan tepat di  bibir jurang, tempatnya ngopi-ngopi, menjamu tamu. Dan ketiga, studio tempatnya berkarya. Inilah locus utopia Katirin.

Katirin
Katirin. (Dok. Katirin)

Pemerhati seni rupa yang juga didapuk membuka pameran, Oei Hong Djien (OHD), menyebut Katirin meraih pencapaian baru dalam berkarya. “Kalau dulu dia sangat terikat pada tubuh, sekarang cenderung tidak ada bentuk sama sekali, menuju ke abstrak. Kecenderungan ini makin baik,” ujar OHD dalam sambungan telepon.

Kepindahan Katirin-lah, menurut OHD, pemicu utamanya. Di tempat yang saat dibeli tidak ada permukiman itu dia mendapat macam-macam inspirasi sehingga menghasilkan karya dengan ciri baru.

Baca juga Menawar Makna Parodi

Karya yang paling mewakili semangat locus utopia adalah Energi Tumbuh (2016) yang goresannya sangat sederhana, serta Locus Utopia (2017) dan tiga seri Heterotopia (2017) yang punya kemiripan dengan lukisan Tiongkok. Satu karya lagi, Swamp (2017), yang didominasi warna hijau dan kuning juga patut mendapat sorotan walau sayangnya batal dipamerkan sebab tak cukupnya ruang pamer.

Katirin
Studio Katirin di Gunung Bangkel, Bantul, Yogyakarta. (Dok. Katirin)

Karena Katirin kini tinggal di daerah bebatuan, ujar OHD, karya-karya lukis terbaru Katirin dapat diasosiasikan dengan batu-batu. Dominasi warna pun bergeser ke warna-warna bebatuan, seperti sephia, oker, cokelat, dan abu-abu.

Baca juga Goresan Tinta dari Subkultur

Tubuh manusia makin hilang dari lukisan Katirin. Sangat berbeda dengan pameran tunggal sebelumnya, delapan tahun lampau, yang banyak menampilkan siluet manusia.

Katirin
Katirin, “Heterotopia #3”, 150×150 cm, acrylic on canvas, 2017. (Dok. Katirin)

Katirin adalah seniman kelahiran Banyuwangi 17 September 1968, lulusan Institut Seni (ISI) Yogyakarta. Selain pameran bersama, Katirin telah menggelar empat pameran tunggal, yakni “Evolusi Tubuh dan Bias Sosial” (1999) di Java Gallery, Kemang, Jakarta; “Rupa Tubuh” (2003) di Nadi Gallery, Jakarta;  “My Should” (2004) di Yaddo Art, Singapura; serta “Meringkus Waktu” (2010) di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta.

Baca juga Mengimajinasikan Semangat Hidup Tjahjadi Hartono

Pada Maret 2018, Katirin akan menggelar pameran bersama, yakni tiga pelukis dari Indonesia, berjuluk “Mother and Child” di Nadine Gallery, Kuala Lumpur, Malaysia. Menyusul kemudian pameran bersama di Galeri Rumah Jawa, Kemang, Jakarta pada April 2018; dan pameran tunggal di Galeri Limanjawi, Borobudur, Magelang pada 2019. penutup_small