Mengoleksi lukisan di Indonesia punya tantangan tersendiri. Selain kelembapan, penanganan yang kurang cermat jadi masalah utama.
Lukisan di Indonesia menghadapi persoalan serius, yakni iklim yang lembap, menjadi salah satu penyebab kerusakan lukisan. Kelembapan dapat melunturkan warna lukisan dan memungkinkan serangga pengerat berkembang.
Sebagian besar lukisan di Indonesia juga tidak dilengkapi dengan pernis pelindung, sehingga diperlukan kehati-hatian untuk membersihkannya agar tidak merusak lapisan asli.
Baca juga 10 Lukisan Old Master Indonesia Termahal Sepanjang Masa
Namun lebih dari itu, menurut Michaela Anselmini, seorang konservator asal Italia yang beberapa kali memperbaiki masterpiece lukisan Indonesia, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam memulihkan lukisan di Indonesia adalah kurangnya layanan konservasi profesional baik dalam hal pengetahuan maupun teknik.
Anselmini memiliki studio restorasi lukisan di Milan, Italia dan mendapat pengakuan dari berbagai galeri dan seniman terkenal Eropa. Pada 2017, ia dipercaya sebagai restorer resmi di Festival Europalia “Power and Other Things” di Brussel, Belgia.
Kini, ia tengah berada di Indonesia. Bekerjasama dengan IIC (Istituto Italiano di Cultura) Jakarta, ITB, Balai Konservasi Borobudur, Galeri Cemara6, dan Bentara Budaya, ia mengadakan seminar-seminar rutin untuk meningkatkan kesadaran terhadap konservasi dan restorasi seni.
Penanganan dari non-profesional yang mengklaim diri sebagai konservator malahan akan membuat kerusakan yang nyata, bahkan terkadang tidak dapat diperbaiki. Kurangnya pendidikan tentang konservasi dan restorasi, dikombinasikan dengan mindset bahwa hal tersebut mudah dipelajari merupakan masalah utama yang mesti segera ditindaklanjuti.
Baca juga Mencari Pencerahan di Pekan Seni Jogja
Anselmini juga menyoroti persoalan utama di Indonesia yang tidak tahu bagaimana cara memperlakukan lukisan, seperti dari segi pembingkaian. Banyak lukisan berharga di Indonesia yang dibingkai dengan metode dan material yang salah. Tidak mengherankan jika setelah 3—4 tahun pembingkaian, lukisan akan menunjukkan beberapa kerusakan, seperti jamur dan noda oksidasi.
“Sangat penting untuk dipahami bahwa konservasi bukalah fancy job yang dapat dipelajari dalam waktu singkat. Tidak ada shortcuts. Ini adalah pekerjaan yang metodis dengan pendekatan ilmiah. Seorang konservator harus membangun banyak pengalaman dan praktik di bawah pengawasan profesional,” ujarnya.
Secara umum, pekerjaan konservasi dan restorasi berurusan dengan bagaimana cara memperlakukan, merawat, dan memulihkan kembali lukisan, baik lukisan di atas kanvas, kertas, sutra, ataupun medium lainnya. Meski kerap kali dipinggirkan, konservasi dan restorasi memiliki peranan yang sangat penting.
Dalam bekerja, seorang konservator harus mampu menggabungkan berbagai disiplin ilmu (sejarah seni, kimia, material) dengan ketangkasan dan rasa bak seniman. Di samping itu, ia mesti melakukan serangkaian analisis dan proses yang rumit dalam mengonservasi atau merestorasi lukisan.
Baca juga Dua Biografi Sudjojono & Rose Pandanwangi Diterbitkan
Bahkan, seorang konservator yang baik haruslah sama berbakatnya dengan seniman asli. Tentunya jika tak ingin karya asli terlihat canggung.
Terutama untuk persoalan seni kontemporer, sebagaimana seniman, konservator juga mesti mempelajari berbagai media baru mengingat permainan media semakin banyak dilakukan di karya-karya seni kontemporer.
Lukisan tidak hanya untuk digantung. Lukisan membutuhkan perawatan dan pemulihan yang tidak sederhana, tergantung tingkat kerusakan yang dialami. Lebih dari itu, kesadaran terhadap proses ini juga perlu ditingkatkan mengingat lukisan dapat merekam dan berkisah tentang suatu zaman.