Erica Hestu Wahyuni, Vacation in Prosperity, 2003, acrylic on canvas, 150 x 200 cm
Masih ada gajah, figur bertumpuk, ramai, dan kekanak-kanakan dalam karya-karya Erica Hestu Wahyuni.
Konsistensi sering kali dimaknai sejumlah perupa dengan cara mempertahankan bentuk dan gaya karyanya. Terutama untuk para perupa yang telah memiliki pasar (kolektor) tetap. Salah satunya Erica Hestu Wahyuni. Sejak laris sebagai pelukis bergaya naif dari sejak tahun 1990-an, Erica seolah telah nyaman dengan gaya tersebut. Dari tahun ke tahun, karya-karyanya tak memperlihatkan perbedaan yang berarti.
Demikianlah yang juga tampak pada pameran tunggalnya di Fang Gallery, Jakarta, 3-28 Juni 2013. Seolah disesuaikan dengan musim liburan yang memang jatuh sekitar bulan Juni-Agustus, Erica mengangkat tema Summer Vacation. Memamerkan lima karya, pameran ini memperlihatkan tampilan yang hampir sama dengan karya-karya Erica sebelumnya. Seolah sudah seperti sebuah cetakan yang tinggal diubah cerita saja.
Meski sulit dibedakan dari karya-karya sebelumnya, lukisan Erica tetap memiliki penggemar. Salah satunya lukisan berjudul Vacation in Prosperity. Suasana alam yang selama ini kerap ditampilkan Erica, masih juga dimunculkannya. Penambahan yang merujuk pada tema Prosperity, adalah simbol Louis Vuitton (LV) di salah satu koper dalam lukisannya. “Lukisan ini sudah laku terjual dengan harga Rp. 78 juta,” kata Sin Yan dari Fang Gallery Jakarta kepada Sarasvati.
Keberadaan gajah – sebagai hewan favorit perupa lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini – juga masih dimunculkannya. Salah satunya di lukisan Blessing Time With Lovely Elephant. Aroma liburan sebagai tema pameran ini dimunculkan lewat ikon-ikon berbagai kota tujuan wisata memenuhi kanvas berukuran 150 x 200 cm. Antara lain candi Borobudur di Magelang-Indonesia, menara Eifel di Paris-Perancis, piramida di Mesir, patung Liberty di New York, dan berbagai ikon lainnya. Di antara keriuhan itu, tampak sosok gajah besar berwarna merah muda di tengah-tengah lukisan. Erica seakan-akan berkata bahwa ia selalu merindukan si gajah meski sering berpetualang ke berbagai pelosok dunia. Gajah yang sama juga muncul di berbagai lukisan Erica.
Menurut Felicia Guo, pemilik Fang Gallery, gajah itu bernama Ganica, yang telah lama menjadi anak asuh Erica. “Ganica adalah beberapa bagian dalam hidup Erica yang sering menginspirasi proses pengkaryaannya,”kata Felicia Guo, yang merangkap sebagai kurator untuk pameran ini.
Nama Ganica merupakan singkatan dari Gajah Seni Erica, nama yang diberikan Erica pada seekor gajah betina berumur enam bulan, yang ditawarkan Taman Safari Indonesia untuk dijadikan anak asuh. “Selama seminggu Erica berada di Taman Safari untuk mengenal lebih dekat Ganica,” kata Felicia sambil menuturkan rutinitas Erica selama seminggu pengenalan tersebut. Dari bangun setiap pukul tujuh pagi sampai menemani Ganica mandi di sungai.
Kesetiaan Erica pada gaya melukis seperti ini, memang menjadikan karya-karyanya mudah dikenali: kekanak-kanakan, berwarna cerah, tak mengenal dimensi ruang, anatomi, volume, dan perspektif. Erica kerap menjadikan berbagai fenomena, mimpi, imajinasi, dan peristiwa yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber inspirasi karyanya. Menurut Sin Yan, Erica terbilang sebagai seniman yang harus segera menuangkan idenya ke atas kanvas.
Bagi pelukis kelahiran Yogyakarta tahun 1971 ini, tidak sulit menuangkan berbagai pikiran dewasanya ke dalam lukisan bergaya sketsa anak-anak. Ia percaya bahwa setiap individu memiliki jiwa kanak-kanak yang tersembunyi di balik tubuh dewasanya. Dan, semangat bermain atau mengolok-olok saat menciptakan karya menurutnya memiliki peranan penting. Gaya yang dipertahankan dengan mudah membedakan karya Erica dengan karya perupa lainnya yang bergaya serupa, seperti Eddie Hara dan Heri Dono. Jika lukisan kedua seniornya itu terasa canggih, bermuatan, dan terkesan intelektual, maka karya Erica lebih terasa ringan dan tanpa beban.
Jika dibandingkan dengan karya Paul Klee dan Faizal yang cenderung naif namun tidak childish (kekanak-kanakan), jelas karya Erica memiliki rasa kekanak-kanakan yang menonjol. Begitu pula dengan karya pelukis kanak-kanak paling populer di dunia, Alexandra Nechita, yang justru mendewasa dalam aspek tematiknya.
Sebagai sebuah pameran tunggal, Summer Vacation tidak memberikan pengolahan baru dalam perjalanan kesenimanan Erica, meski karyanya tetap diminati kolektor. Selain itu, untuk pengunjung umum yang belum mengenal seniman yang pernah belajar seni ke Surikov Institute of Art di Rusia ini, pihak galeri terkesan kurang mempersiapkan informasi. Tidak tersedia katalog dan situs Fang Gallery pun tidak menyediakan tulisan yang eksplanatif terhadap pameran ini.
Parade of Happy Harvesting, 2013, acrylic on canvas, 150 x 200 cm