
Karya-karya I Made Wiradana selalu bermain dengan bentuk-bentuk non-konvensional yang menentang pendiktean bentuk medium, terutama kanvas. Kanvas, menurutnya, bukan sekadar objek datar segiempat, melainkan ruang melingkar sebagaimana dunia. Tidak mengherankan jka figur-figur I Made Wiradana terlihat seakan tercacah tapi tetap satu entitas.
Mengusung gaya figuratif kontemporer, figur-figur karyanya berkisar pada manusia dan alam. Alam dipilih sebagai perlambang spiritualitas dan aspek primitif. Aspek primitif dihadirkan untuk mengurai kembali jejak-jejak masa lalu serta alam bawah sadar manusia.
Baca juga Sehela Sapuan Ekspresif Made Sumadiyasa
Menariknya, wacana kesenian I Made Wiradana tidak hanya berkisar pada alam bawah sadar serta kritik dunia kontemporer, tapi juga kesenian Barat yang mapan, seperti impresionisme. Oleh karena itu, karya-karya Wiradana kerap menampilkan dikotomi antara Barat dan Timur.
Karya-karya Wiradana mudah dikenali melalui figur-figur yang membelah bidang, bentuk non-konvensional dan jenaka. Sebagian besar bermain pada figur-figur yang menginvasi kanvas, tercacah, dan terkadang terdistorsi. Meskipun demikian, figur-figurnya tetap satu kesatuan.

Wiradana tidak ingin berpatokan pada bidang kanvas yang rigid. Kanvas bukan sekadar medium berbentuk persegi empat yang kaku, melainkan berbentuk lingkaran. Kanvas adalah dunia bagi figur-figur. Sementara figur-figur Wiradana sebagian besar diisi oleh figur hewan dan manusia dalam bentuk yang primitif tapi jenaka. Warna-warna tanah juga terlihat mendominasi karya-karya Wiradana.
Baca juga Garis dan Distorsi Wayan Sunadi
Pada 2001, Wiradana mendeklarasikan akan menentang segala macam estetika mapan Barat yang selama ini mendominasi. Ia menolak penggunaan cat untuk merepresentasikan lighting sebagaimana kerap terlihat di lukisan impresionisme. Deklarasi ini kemudian mengundang perhatian para kritikus seni.
Wiradana tergabung ke dalam Spirit 90 dan Kelompok 11 Sanggar Dewata Indonesia. Spirit 90 SDI melahirkan seniman-seniman terkenal seperti I Nyoman Sukari, Made Sumadiyasa, Putu Sutawijaya, Made Mahendra Mangku, dan Made Wiradana. Kelompok ini rajin menyelenggarakan pameran setiap tahun di Bali.

I MADE WIRADANA
Lahir: Denpasar, 27 Oktober 1968
Pendidikan: Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Baca juga Abstraksi Puitis Mahendra Mangku
Pameran Penting
Pameran pertama : Pameran SDI 1990 di Gedung Pemuda, Jakarta
Pameran tunggal pertama : Imajinasi Purba, Purna Budaya Yogyakarta, 1991
Pameran terakhir : Enjoy, Embiente Gallery Jakarta, 2010
Penghargaan
- Karya lukis terbaik FSR ISI Yogyakarta
- Sketsa Terbaik FSR ISI Yogyakarta
- Finalis Philip Morris 1998, 2000
- Ambassador Award of Indonesia-Belgium, 2006
Baca juga Berteguh Iman pada Tebaran Daun
Milestone
Melalui karya-karyanya, Wiradana berhasil memperoleh penghargaan Ambassador Award of Indonesia-Belgium pada 2006. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua SDI pada 2000—2002.

Karya penting
Tanah Harapan Tanah Impian (2016)
Old Temple (2016)
Temple Restoration (2017)
The Young Cock (2018)
Kolektor
Oei Hong Djien
Lin Che Wei
Tony Raka Gallery
Museum Arma
Museum Rudana
Perupa yang dikagumi
Widayat
Marc Chagall